TELITI, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI beri penjelasan terkait dugaan korupsi tata niaga di PT Timah Tbk. Kasus yang menyertakan nama Sandra Dewi, Harvey Moeis ini disebut-sebut rugikan negara hingga Rp 271 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI Ketut Sumedana menguraikan, besaran angka korupsi timah tersebut belum pasti. Menurutnya angka 271 triliun itu masih kotor.
Bahkan, dari hasil konsultasi yang dilakukannya dengan pihak penyidik, BPKP, ekonom hibgga lingkungan, angka kerugian bisa lebih tinggi. “Kemarin angka Rp 271 triliun itu masih kotor perhitungannya. Hasil konsultasi teman-teman penyidik dengan BPKP, dan ahli ekonomi, ekologi, dan lingkungan. (Angka kerugiannya) bisa lebih tinggi dan lebih rendah,” ungkapnya saat ditemui di kantornya, dikutip Sabtu (6/4/2024).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketut menjelaskan, saat ini para penyidik masih melakukan konsultasi dengan BPKP dan beberapa tim ahli terkait. Artinya belum ada angka pasti terkait besaran korupsi timah hingga saat ini. Baik melebihi angka 271 triliun atau kurang. “Sedang dilakukan perhitungan, konsultasi dan diskusi dan formulasi seperti apa,” ucapnya.
Lebib lanjut, ketut menjabarkan, bahwa kerugian negara sekitar 271 triliun itu merupakan kerugian ekosistem yang mencakup beberapa aspek. Sebab menurutnya, pelaku melakukan korupsisi dengan cara mengekspresi tambang timah secara illegal. Selain itu, angka tersebut juga menghitung jumlah kerusakan lingkungan yang terbilang masif dan luas.
“Kemudian (ada) dampak sosial dan ekologinya seperti apa, (kerugian) masyarakat di sekitarnya juga kita pertimbangkan, karena sudah tidak bisa lagi melakukan upaya-upaya pertanian nelayan, itu diperhitungkan,” lanjutnya.
Bahkan, terdapat juga dampak reboisasi. Sebab lanjut ketut, untuk memperbaiki lahan yang rusak membutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang besar. “Ini juga kita jadi bahan pertimbangan. Enggak bisa melakukan reboisasi lingkungan 1-2 tahun enggak bisa. Ini butuh waktu yang panjang sehingga bisa ditempati kembali seperti habitat sebelumnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ketut menegaskan bahwa angka kerugian yang dimunculkan oleh penyidik bukan hanya angka kerugian negara yang riil. Selain itu, juga terdapat kerugian angka perekonomian negara. “Artinya bisa lebih dan bisa kurang, masih diformulasikan,” pungkasnya. (dah/hen)