Tiga Pilar Utama Menuju Kemajuan Umat Islam Indonesia

Avatar photo

- Jurnalis

Selasa, 12 November 2024 - 18:05 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dr. Imamuddin: Dosen Fiqh dan Usul-Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya (APIUM), Malaysia (DOK/Teliti)

Dr. Imamuddin: Dosen Fiqh dan Usul-Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya (APIUM), Malaysia (DOK/Teliti)

Kejayaan suatu bangsa atau kemajuan individu tidak semata bergantung pada faktor nasib. Justru, ada tiga pilar utama yang harus dikuasai agar masyarakat atau seseorang bisa melangkah maju: ilmu atau tarbiyah yang sahih (benar), kekuatab ekonomi mandiri, dan kekuatan politik. Masing-masing di antara tiga faktor ini saling berkaitan serta menjadi landasan kokoh untuk menggapai sukses dalam jangka panjang, baik pada ranah personal, sosial hingga level nasional.

  1. Ilmu dan Tarbiyah yang Sahih (Benar)

Ilmu merupakan kunci utama dalam setiap kemajuan. Tanpa ilmu, individu atau masyarakat akan tertinggal dari zaman yang terus berkembang. Namun, ilmu yang lebih penting lagi adalah ilmu yang benar karena dengan ilmu yang benar kita tidak hanya diberi pengetahuan tetapi juga arahan yang tepat dalam menghadapi kehidupan.

Ilmu harus bersumber dari kebenaran dan sumber-sumber yang valid sehingga tidak menyebarluaskan ilmu yang salah. Sehingga, apabila diajarkan secara turun-temurun, akan menjadikan generasi ini mengalami kemunduran karena mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan yang salah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebagai contoh kecil adalah ilmu sejarah. Sejarah yang dipelajari di sekolah atau buku-buku bacaan di luar sekolah, seperti di perpustakaan atau di toko buk. Salah satunya mengenai kemerdekaan Indonesia. Hal yang seringkali dimunculkan dalam khalayak ramai adalah rakyat Indonesia bersungguh-sungguh dalam memerangi dan mengalahkan penjajah Belanda dengan alat perang  bambu runcing.

Padahal lebih dari itu, bangsa kita memiliki kepandaian untuk membuat senjata seperti tembak, bom, meriam, dan lain-lainya untuk menghadapi penjajah Belanda, Jepang dan penjajah lainnya. Bangsa kita juga memiliki kepakaran dalam membuat  meriam galah (bedil tombak), istinggar (senapan laras panjang dan sejenisnya),  dan lain sebagainya.

Bahkan Almarhum Jenderal Besar Abdul Haris Nasution pernah menjawab pertanyaan mengenai senjata bambu runcing, beliau menjawab “setengah mitos”.  Begitu juga di negara Malaysia, dalam buku-buku sejarah disebutkan bahwa keris adalah senjata kebanggaan karena menjadikan penjajah Britain atau Inggris mengalami kekalahan. Sedangakan bangsa Melayu memiliki kepandaian dan kemampuan membuat meriam Lela Rentaka, istinggar, dan lain-lainnya.

Bukan berarti bambu runcing dan keris tidak ada peranan dalam sejarah menumpaskan penjajah. Namun, secara akal mustahil kalau ingin mengalahkan penjajah yang penuh dengan tembak, bom, tank, dan lain-lainya dengan jumlah mereka yang banyak dapat dikalahkan dengan dua senjata itu, kecuali bangsa kita memiliki alat perang yang menyerupai alat-alat perang musuh.

Jika dalam sejarah hanya bambu runcing dan keris yang dibesarkan besarkan, maka dampaknya adalah justru melemahkan generasi bangsa kita yang rata-rata muslim. Maksudnya, bangsa kita dianggap tidak pandai membuat senjata berbeda dengan bangsa Barat dan Eropa. Generasi kita akan beranggapan bahwa sepatutna bangsa luar sangat maju, karena kita memang dari dulu lemah, sedangkan mereka hebat sejak dulu.

Tarbiyah yang sahihah atau pendidikan atas dasar prinsip yang benar haruslah menjadi pondasi utama terhadap pembentukan karakter dan kemampuan intelektual seseorang. Di dalamnya akan mengajarkan, bukan hanya sekadar teori, tetapi mencerdaskan akhlak dan kedewasaan berpikir manusia. Sehingga dapat mendorong individu bertindak secara bijaksana dan bermoral. Pendidikan yang mengutamakan mutu, keunggulan, dan relevansi akan mampu menyiapkan generasi yang pintar dan siap menghadapi tantangan zaman.

Baca Juga :  Peringati HUT RI ke-79 di Pamekasan, PJ Bupati Sediakan Tiga Langkah Pembangunan Strategis

Bahaya pengaruh westernisasi, wajib kita counter dari awal lagi. Sebagai contoh sederhana, lihatlah cara cukur rambut di kalangan generasi muda dengan mereka yang sudah tua. Mereka banyak terlibat dengan gaya dan model yang menjadi budaya bangsa Barat, Eropa dan yang serupa.

Gaya rambut yang menampakkan gambaran secara jelas itu adalah qaza’ yang mana perkara tersebut dilarang oleh Rasulullah saw. Qaza‘ adalah mencukur atau memotong rambut sebagian dan membiarkan sebagian. Misalnya, bagian bawah dipotong tapi yang di atas dibiarkan, atau digaris-garis atau dibuat gambar dan lain sebagainya.

Jika meniru cara atau gaya orang kafir, fasik dan ahli maksiat, maka hukum qaza‘ adalah haram; jika tidak meniru mereka, maka hukumnya makruh. Ini adalah perkara yang kecil, kita harus mendidik anak-anak bahkan masyarakat kita dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam. Apalagi urusan yang lebih besar daripada ini, sehingga tidak menyeleweng dari apa yang diatur oleh agama kita.

  1. Kekuatan Ekonomi Mandiri

Sebagaimana kita ketahui, ekonomi merupakan pendorong utama dalam kehidupan. Tanpa kekuatan ekonomi, seseorang atau kelompok tidak akan dapat bertahan lama, apalagi berkembang. Kekuatan ekonomi mandiri adalah suatu kemampuan menciptakan sumber daya sendiri, kemampuan mengelola potensi yang ada, dan tingkat ketergantungan pada bantuan luar tidak terlalu besar.

Kemandirian ekonomi adalah suatu bentuk kebebasan yang memungkinkan individu atau masyarakat untuk membuat keputusan berdasarkan kepentingan dan kebutuhan sendiri, tanpa dipengaruhi oleh pihak lain. Hal ini tidak hanya penting untuk stabilitas pribadi, tetapi juga bagi kemajuan suatu negara. Sebuah negara yang kuat secara ekonomi memiliki daya saing global, mampu menyediakan lapangan pekerjaan, serta memenuhi kebutuhan warganya secara mandiri.

Sebenarnya para pendahulu kita bahkan ulama kita, seperti KH. Muhammad Hasyim Asy’ari sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU), juga telah mendirikan satu organisasi dengan nama “Nahdlatut Tujjar” yang memiliki arti kebangkitan pedagang. Dengan harapan dan cita-cita yang tinggi dapat mengembangkan perekonomian umat Islam sehingga menjadi kuat dan kokoh.

Pencapaian yang diinginkan tidak hanya dapat menguasai perekonomian di Indonesia, tetapi juga akan dapat menjangkau ke luar negeri dengan memperbanyak ekspor produk umat Islam Indonesia.

Selanjutnya, KH. Ahmad Dahlan, kenapa beliau menubuhkan Muhammadiyah? Alasan besarnya tiada lain adalah beliau berkeinginan supaya dapat memajukan perekonomian umat Islam dengan jalan ta’lim (pembelajaran) dan pengembangan koperasi berlandaskan syariah.

Pada masa sekarang sudah mulai banyak dari pondok-pondok pesantren yang sudah bergerak untuk memajukan ekonomi pesantren dan umat dengan mendirikan swalayan, bahkan pondok pesantren yang berbasis agrikultur seperti Pondok Pesantren Al-Ittifaq di Bandung.

  1. Kekuatan Politik

Kekuatan politik merupakan sarana untuk mengatur dan mempengaruhi kebijakan yang ada, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Tanpa kekuatan politik, baik individu maupun kelompok akan sulit untuk mewujudkan perubahan yang signifikan dalam masyarakat. Kekuatan politik memungkinkan suatu bangsa untuk memiliki suara yang didengar di forum internasional, mengatur perekonomian, dan menciptakan kebijakan yang menguntungkan rakyatnya.

Baca Juga :  Indonesia sebagai Pusat Geostrategi: Peluang dan Tantangan dalam Dinamika Ekonomi dan Politik Global

Namun, kekuatan politik harus didasari pada prinsip-prinsip keadilan dan kepentingan umum, bukan semata untuk kepentingan kelompok atau individu tertentu. Politik yang sehat akan menciptakan pemerintahan yang adil dan transparan, yang pada gilirannya akan menciptakan iklim yang kondusif bagi kemajuan ekonomi dan sosial.

Itulah yang kita lihat saat ini, ketika ummat Islam tidak dapat berkecimpung banyak dalam dunia politik, baik nasional maupun internasional. Maka kita sebagai umat yang bernaung di bawah nama Rasulullah saw tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan peperangan yang ada di Gaza Palestina.

Kita memang dapat sedikit bersuaram memberi sedikit bantuan makanan dan sejenisnya tapi lebih dari itu kita hanya dapat melihat berita penderitaan dan penyiksaan serta pembunuhan saudara-saudara kita di Gaza. Kita sebagai umat yang mempunyai ikatan saudara seagama tapi tidak dapat berbuat banyak untuk mencegah peperangan yang semakin menjadi-jadi.

Sinergi Tiga Pilar Menuju Kemajuan

Ketiga hal tersebut, ilmu dan tarbiyah sahihah, kekuatan ekonomi mandiri, serta kekuatan politik harus berjalan secara sinergis. Ilmu dan pendidikan yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang mampu mengelola ekonomi dan terlibat aktif dalam politik.

Sebaliknya, ekonomi yang kuat akan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas, sedangkan kekuatan politik yang stabil akan menjamin terciptanya kebijakan yang mendorong kemajuan di kedua sektor tersebut.

Bangsa atau umat yang ingin maju harus memberikan perhatian serius terhadap pengembangan ketiga pilar itu: pembangunan ilmu dan tarbiyah sahihah di semua level pendidikan, pemberdayaan ekonomi mandiri, serta pembentukan kekuatan politik yang berpihak pada kepentingan rakyat yang harus kita ambil bersama-sama untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.

Kesimpulannya adalah kemajuan tidak datang dengan sendirinya. Untuk mencapainya, kita harus memiliki tiga hal yang kokoh: ilmu yang benar, kemandirian ekonomi, dan kekuatan politik yang adil. Apabila ketiganya dapat berjalan beriringan, maka bukan tidak mungkin kita akan melihat umat Islam Indonesia yang lebih maju, lebih sejahtera, dan lebih berkeadilan di masa depan. Saatnya kita berinvestasi pada ketiga aspek ini untuk memastikan kemajuan yang berkelanjutan bagi bangsa ini.

*) Oleh : Dr. Imamuddin, Dosen Fiqh dan Usul-Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya (APIUM), Malaysia

*) Tulisan Essay ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi teliti.id

*) teliti.id terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan nalar teliti.id.

Berita Terkait

Media Kabhar Langghar An-Nawari Sumenep: Wadah Literasi Media Siswa dan Alumni
Islam dan Filsafat Khudi: Tinjauan Epistemologi Islam dalam Pemikiran Muhammad Iqbal
Mengembalikan Wajah Politik yang Luhur
Kepemimpinan dan Keberlangsungan HMI: Membangun Jati Diri Lewat Organisasi Mahasiswa Islam
Transformasi Gerakan Mahasiswa Sejak Boedi Utomo Hingga Era Digital
Berita ini 76 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 27 November 2024 - 15:20 WIB

Media Kabhar Langghar An-Nawari Sumenep: Wadah Literasi Media Siswa dan Alumni

Selasa, 12 November 2024 - 18:05 WIB

Tiga Pilar Utama Menuju Kemajuan Umat Islam Indonesia

Senin, 14 Oktober 2024 - 16:42 WIB

Islam dan Filsafat Khudi: Tinjauan Epistemologi Islam dalam Pemikiran Muhammad Iqbal

Kamis, 5 September 2024 - 22:48 WIB

Mengembalikan Wajah Politik yang Luhur

Selasa, 16 Juli 2024 - 01:59 WIB

Kepemimpinan dan Keberlangsungan HMI: Membangun Jati Diri Lewat Organisasi Mahasiswa Islam

Rabu, 10 Juli 2024 - 19:10 WIB

Transformasi Gerakan Mahasiswa Sejak Boedi Utomo Hingga Era Digital

Berita Terbaru

Dara Sri Ariesti Rasyid, Pengurus Korps Himpunan Mahasiswa Islam (Kohati) Badan Koordinasi (Badko) Jawa Timur.  (DARA FOR TELITI)

Global

Peran Media Digital dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi

Kamis, 20 Feb 2025 - 03:26 WIB

Aisyiah Aiwani Baletti Kader HMI Cabang Kupang sekaligus mahasiswa pascasarjana Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang. (SASA FOR TELITI)

Global

Celah Tembok Besar Antara Individu dan Teknologi

Kamis, 20 Feb 2025 - 02:01 WIB

Mochammad Chafizd Baihaqi, S.Ag, kader HMI dan seorang pebelajar dari Tulungagung. (CHAFIDZ FOR TELITI)

Global

Peran Medsos dalam Menunjang Ketahanan Ekonomi Nasional

Kamis, 20 Feb 2025 - 01:53 WIB