Transformasi Gerakan Mahasiswa Sejak Boedi Utomo Hingga Era Digital

Avatar photo

- Jurnalis

Rabu, 10 Juli 2024 - 19:10 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Syafiuddin: Sekertaris Umum Himpunan Mahasiswa IsIam (HMI) Cabang Pamekasan, Komisariat Al-Khairat. (Syafiuddin/TELITI)

Syafiuddin: Sekertaris Umum Himpunan Mahasiswa IsIam (HMI) Cabang Pamekasan, Komisariat Al-Khairat. (Syafiuddin/TELITI)

Mahasiswa merupakan kelompok yang mempunyai peran penting dalam tatanan masyarakat. Salah satunya yang sering digaungkan adalah peran mahasiswa sebagai agent of change atau yang kita pahami sebagai agen perubahan dalam masyarakat.

Semangat muda, intelektualitas dan idealisme yang tinggi yang dimiliki oleh mahasiswa, berpotensi besar untuk mendorong transformasi sosial, politik, dan ekonomi.

Di Indonesia, sejak era kemerdekaan hingga reformasi, peran mahasiswa sangat signifikan. Mahasiswa sering menjadi penggerak utama dalam berbagai gerakan sosial yang bertujuan menciptakan suatu perubahan dan keadilan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Gerakan mahasiswa adalah salah satu bentuk aktivisme yang paling menonjol di kalangan pemuda. Gerakan ini sering kali lahir dari ketidakpuasan terhadap kondisi sosial, politik, atau ekonomi yang dianggap tidak adil.

Di Indonesia sendiri, gerakan mahasiswa memiliki sejarah perjuangan panjang dan signifikan. Terutama dalam konteks sosial, politik dan ekonomi. Hal itu dimulai sejak awal abad ke-20. Mahasiswa telah menjadi kekuatan pendorong perubahan yang tidak bisa diabaikan.

Pada awal abad ke-20, seiring dengan munculnya kesadaran nasional, terlahir organisasi mahasiswa. Seperti Boedi Oetomo tahun (1908) dan Perhimpunan Indonesia (1922).

Disusul pada tahun 1945, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi bergabung dalam berbagai organisasi perjuangan dan turut serta dalam pertempuran untuk meraih kemerdekaan Indonesia.

Pada era 1960-an, muncul Gerakan Mahasiswa Angkatan 66. Gerakan ini lahir dari ketidakpuasan terhadap pemerintahan orde lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Krisis ekonomi, ketidakstabilan politik, dan meningkatnya pengaruh PKI Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi pemicu utama gerakan ini.

Gerakan serupa terjadi pada akhir 1990-an. Ketidakpuasan terhadap rezim Orde Baru yang otoriter, korupsi yang merajalela, dan krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun 1997-1998 memicu gelombang protes besar-besaran.

Baca Juga :  Kepemimpinan dan Keberlangsungan HMI: Membangun Jati Diri Lewat Organisasi Mahasiswa Islam

Puncaknya adalah pada Mei 1998, ketika demonstrasi besar-besaran dan tekanan politik menyebabkan Soeharto mengundurkan diri, membuka jalan bagi era Reformasi.

Pasca-reformasi, gerakan mahasiswa terus berkembang, meskipun bentuk dan metode mereka berubah seiring dengan perkembangan teknologi.

Pada era digital ini, gerakan mahasiswa mengalami transformasi yang signifikan, baik dalam hal metode, strategi, maupun dampaknya. Teknologi digital tidak hanya mempermudah komunikasi dan koordinasi, tetapi juga membuka peluang baru untuk advokasi dan mobilisasi massa.

Media sosial telah menjadi alat utama dalam gerakan mahasiswa. Platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan WhatsApp memungkinkan mahasiswa untuk berkomunikasi secara cepat dan efektif, berbagi informasi dan mengorganisir aksi.

Hashtag dan kampanye viral dapat menyebarkan pesan dengan cepat dan mencapai audiens yang lebih luas. Contoh nyata adalah penggunaan tagar #ReformasiDikorupsi di Indonesia, yang berhasil menggalang dukungan luas dari masyarakat.

Teknologi digital mempermudah koordinasi aksi massa. Aplikasi komunikasi instan dan grup media sosial memungkinkan mahasiswa untuk mengatur protes dan demonstrasi dengan cepat dan efisien. Selain itu, platform crowdfunding online juga dapat digunakan untuk menggalang dana bagi kegiatan-kegiatan gerakan mahasiswa.

Salah satu contoh yang menonjol dalam memanfaatkan teknologi digital sebagai bentuk aksi sosial adalah aksi massa pada tahun 2019 yang dikenal dengan #ReformasiDikorupsi. Mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia menggunakan media sosial untuk mengorganisir protes besar-besaran menentang sejumlah undang-undang yang dianggap merugikan rakyat dan mengancam demokrasi.

Kemudian aksi yang dilakukan oleh BEM UI pada 26 Juni 2021 dengan membuat konten berjudul “Jokowi The King of Lip Service”. Konten itu sengaja diunggah oleh Brigade UI, salah satu organisasi taktis di bawah BEM UI, sebagai bentuk kritik terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi.

Baca Juga :  Tiga Pilar Utama Menuju Kemajuan Umat Islam Indonesia

Setelah aksi itu, banyak aksi lain yang juga menyoroti kinerja pemerintah, seperti aksi yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa UGM dengan memberikan gelar juara umum lomba “Ketidaksesuaian Omongan dengan Kenyataan” kepada Presiden Jokowi.

Dari kasus aksi tersebut, dapat diketahui bahwa media sosial berperan penting dalam penyebaran informasi, mobilisasi massa, dan pelaporan kejadian secara langsung dari lapangan. Teknologi digital memungkinkan gerakan mahasiswa untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada, seperti kontrol media oleh pemerintah.

Secara keseluruhan, sejarah dan perkembangan gerakan mahasiswa menunjukkan bahwa mereka selalu berada di garis depan dalam memperjuangkan keadilan dan kemajuan.

Transformasi dalam metode dan penggunaan teknologi hanya memperkuat kemampuan mereka untuk terus beradaptasi dan berjuang demi perubahan yang lebih baik dalam masyarakat.

Mahasiswa tetap menjadi pilar penting dalam demokrasi dan perkembangan sosial, menunjukkan bahwa suara dan aksi mereka tidak pernah bisa diabaikan.

***

*) Oleh : Syafiuddin Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pamekasan, Komisariat Al-Khairat. 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi teliti.id

*) teliti.id terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan nalar teliti.id.

Berita Terkait

Media Kabhar Langghar An-Nawari Sumenep: Wadah Literasi Media Siswa dan Alumni
Tiga Pilar Utama Menuju Kemajuan Umat Islam Indonesia
Islam dan Filsafat Khudi: Tinjauan Epistemologi Islam dalam Pemikiran Muhammad Iqbal
Mengembalikan Wajah Politik yang Luhur
Kepemimpinan dan Keberlangsungan HMI: Membangun Jati Diri Lewat Organisasi Mahasiswa Islam
Berita ini 159 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 27 November 2024 - 15:20 WIB

Media Kabhar Langghar An-Nawari Sumenep: Wadah Literasi Media Siswa dan Alumni

Selasa, 12 November 2024 - 18:05 WIB

Tiga Pilar Utama Menuju Kemajuan Umat Islam Indonesia

Senin, 14 Oktober 2024 - 16:42 WIB

Islam dan Filsafat Khudi: Tinjauan Epistemologi Islam dalam Pemikiran Muhammad Iqbal

Kamis, 5 September 2024 - 22:48 WIB

Mengembalikan Wajah Politik yang Luhur

Selasa, 16 Juli 2024 - 01:59 WIB

Kepemimpinan dan Keberlangsungan HMI: Membangun Jati Diri Lewat Organisasi Mahasiswa Islam

Rabu, 10 Juli 2024 - 19:10 WIB

Transformasi Gerakan Mahasiswa Sejak Boedi Utomo Hingga Era Digital

Berita Terbaru

Dara Sri Ariesti Rasyid, Pengurus Korps Himpunan Mahasiswa Islam (Kohati) Badan Koordinasi (Badko) Jawa Timur.  (DARA FOR TELITI)

Global

Peran Media Digital dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi

Kamis, 20 Feb 2025 - 03:26 WIB

Aisyiah Aiwani Baletti Kader HMI Cabang Kupang sekaligus mahasiswa pascasarjana Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang. (SASA FOR TELITI)

Global

Celah Tembok Besar Antara Individu dan Teknologi

Kamis, 20 Feb 2025 - 02:01 WIB

Mochammad Chafizd Baihaqi, S.Ag, kader HMI dan seorang pebelajar dari Tulungagung. (CHAFIDZ FOR TELITI)

Global

Peran Medsos dalam Menunjang Ketahanan Ekonomi Nasional

Kamis, 20 Feb 2025 - 01:53 WIB